Following My Youtube Chanel Subscribe Now!

Kiai 2#



Di pagi hari temanku bercerita.
Saat itu ia merasa sangat lelah, capek, dan lemas. Jangankan mengangkat tubuh, kelopak mata begitu berat rasanya untuk diangkat. Rupanya semua anggota tubuh tidak mau kompromi. Kalah oleh nafsu. Tidur begitu lama.
Sekitar 4 jam sebelumnya, anak itu kelihatan sedang asik bercengkrama dengan ‘seorang teman’ yang setia menemani kapanpun. Hingga ia lupa waktu. Banyak hal yang ia lakukan, namun semuanya hanya obrolan ringan.
Waktu berjalan tanpa mengenal orang. Tanpa disadari. Waktu dilewati keduanya dengan melakukan hal-hal yang merugikan.Karena itulah ia tidak mengikuti kegiatan mengaji kepada kiai.
Di dalam mimpi, ia berjalan di jalanan lurus, lurus sekali. Tidak tampak tikungan olehnya. Di pinggir jalan ia bertemu dengan salah seorang keluarganya. Si keluarga berkata kepada anak itu, “Biasa riah (ini; Madura)!” seketika anak itu terkejut dan langsung terbangun dari tidurnya.
Kontak ia langsung melihat jam tangannya. Ternyata, jarum jam menunjukkan 09.33. “Ah, aku terlambat mengaji,” anak itu membatin, “Mau berangkat pastinya malu.”
Masih dalam keadaan tubuh terlentang ia termenung, menyesal, kemudian ia tertitur lagi.
Kali ini benar-benar terlelap. Tidak ada pemandangan yang bisa dilihatnya ketika tidur, tanpa mimpi sama sekali, kosong.
Ketika matanya terbuka jarum jam menunjukkan angka 10.36. dan ternyata teman-teman baru datang dari arah barat dengan kitab di dada, pengajian kiai selesai.
Namun anak ini tidak segera bangun. Akibatnya ia tertidur lagi.
Dur… dur… dur… Jidur ditabuh. Sepuluh menit kemudian ia bangun dan berdiri. Ketika hendak mengambil handuk dan cebok untuk segera berangkat ke kamar mandi, ia teringat bahwa jadwal pelajaran hari ini (saat itu) adalah jadwal seorang guru yang begitu disegani. Terpaksa ia tidak mandi dan tidak salat zuhur awal waktu.
Tidak hanya itu kesialan yang menimpa anak ini. Ia juga terpaksa harus kehilangan keistiqamahannya yang berupa mengaji di pesarean setiap pagi hari, dimarahi teman yang tidak diketahui sebabnya, kehilangan barang, dan kebingungan yang tidak tahu dari mana asalnya.
Keesokan harinya. Sekitar jam 08.00 Ia berangkat ke barat dengan kitab di dada dan al-Qur’an di saku atas. Ketika pengajian selesai ia merasa begitu lega, bebas, tenang, dan damai. Tidak seperti kemaren.
“Oh kiai, maafkan aku! Anggaplah aku sebagai santrimu,” katanya.

Post a Comment

© Operator Santri. All rights reserved. Premium By Tech Bangla Info