Jumat 27 Rabiul Awal 1434 H. Pada pagi yang cerah. Usai
kegiatan pembacaan al-Kahfi di daerah aku terkapar lelah, lemas. Aku pun
terlelap tidur. Aku memulai perjalanan hari itu dengan menutup mata terhadap
dunia. Tidak ada hal yang dapat diambil pelajaran. Hanya pandangan kosong.
Gelap.
Tanpa aku sadari. Ada salah saorang rekan yang membangunkan,
“Ada tamunya.” Secara reflek langsung membuka mata lebar-lebar. Tamu ini
berdiri di depan kamar. Namun, aku masih belum sadar. Masih berusaha
mengumpulkan sebagain rohku yang masih berkeliaran di sekitar kamar. Setelah
semua roh kembali ke jasad, si tamu berujar, “Ditunggu ustadz di kantor.”
2 jam kemudian.
Aku bertanya kepada ustadz, “Kapan kita ke Villa lagi?”
“Emm…, mungkin tanggal 1 Maret 2013. Emang kenapa?” kata ustadz. “Tidak ada,
Cuma pengen aja ke villa, refresing,” jawabku.
Aku berfikir, kapan tanggal 1 Maret 2013 itu. Setelah
melihat kalender Sidogiri, aku sadar kalau tanggal 1 Maret adalah tanggal 18
Rabiuts Tsani 1434 H, masih tiga pekan lagi.
Hampir setiap hari aku melihat kalender. Setiap lewat si
samping kalender, aku selalu meliriknya. Ketika membuka jendela computer, aku
juga melirik ke sudut kanan monitor, melihat kalender.
Terasa begitu lama menunggu tanggal 1 Maret.
Ketika tanggal 22 Pebruari 2013 --satu pekan lagi tanggal 1
Maret—aku semakin dek-dekan. Badan menjadi panas-dingin. Aku tidak tahu
sebabnya. Namun yang pasti adalah karena pikiranku yang selalu memikirkan kapan
tibanya tanggal 1 Maret.
Hari berikutnya kepala terasa pusing. Jadinya, belajar tidak
fokus. Akibatnya, banyak pelajaran di kelas yang tidak aku tangkap dan pahami.
Akhirnya, aku rugi.
Namun, otak terus memeras, semakin memikirkan kapan tibanya
tanggal 1 Maret. Otak tidak mengenal tubuh yang mulai melemah akibat sakit yang
dirasakan.
Hari-hari dilewati dengan tubuh yang semakin melemah. Tubuh
dan otak tidak mau kerja sama. Padahal dalam hal makanan aku begitu menjaga.
Dalam hal kesehatan aku juga menjaga.
Apa karena pikiran yang terus berputar memikirkan tanggal 1
Maret membuat tubuh semakin lemah dan lemas.
Malam hari tangga 25 Pebruari –tiga hari lagi tanggal 1
Maret— tubuhku hank, tidak bisa bangun. Terpaksa aku mempending semua
aktifitasku. Akibatnya, semua kocar-kacir, berantakan.
Di kamar. Aku terlelap. Serasa tubuh ini terbang. Antara
sadar dan tidak ada suara, “Jangan kau pikirkan apa yang belum pasti bagimu.
Kemaren adalah masa lalu, sekarang adalah harimu, besok adalah rencanamu.”