Kalimat ini multi tafsir. Jika dibaca tukang potong daging
maka berarti tulang panjang yang melengkung dan membentuk rongga rusuk. Pun
begitu ketika dibaca oleh ibu-ibu yang sedang belanja di pasar.
Jika kalimat itu ditanyakan kepada om google maka akan
muncul bermacam-macam web dan blog yang menyimpan kata tulang rusuk.
Namun jika kata itu dibaca oleh kamu, Iya kamu yang sedang
senyum-senyum sendiri itu ☺️, maka mengarah pada arti tulang rusuk yang diindikasikan oleh
Rasulullah Saw.
"Berbuat baiklah pada para wanita. Karena wanita
diciptakan dari tulang rusuk. Yang namanya tulang rusuk, bagian atasnya itu
bengkok. Jika engkau mencoba untuk meluruskannya (dengan kasar), engkau akan
mematahkannya. Jika engkau membiarkannya, tetap saja tulang tersebut bengkok.
Berbuat baiklah pada para wanita.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Tulisan ini tidak bermaksud mensyarah hadis tulang rusuk
tersebut. Al Faqir tidak mampu untuk itu. Lebih pasnya tulisan ini hanya cerita
ketika bersilaturahmi ke rumah **** dalam rangka taaruf dengan pihak keluarga
***
"Assalamu'alaikum," sambil menunggu jawaban dari
penghuni rumah.
"Waalaikum salam, ngeh monggo. Masuk mas."
Melihat ke arah depan terpasang foto Al Karim Almaghfirullah
Romo Yai Haji Ustman bin Nadi Al Ishaqi, Pendiri dan Pengasuh Awal Ponpes Darul
Ubudiyyah Raudlatul Muta'allimin Jatipurwo Semampir Surabaya.
Dari sana obrolan dimulai. Semuanya diceritakan bapak.
Jatipurwo, Rangkah, Tanah Merah, Masjid, Jangkar. Semua tidak luput dari
obrolan.
Banyak hikmah yang didapat. Termasuk cerita Abah yai Minan,
pengasuh pondok pesantren Raudhatul mutalallimin saat ini, ketika menyambut
tamu. menyodorkan kitab kepada tamu untuk dibaca dan dijelaskan kepada tamu
lainnya.
Termasuk juga yang diceritakan adalah asal muasal
pembangunan pondok oleh keturunan Yai Ustman. Beliau-beliau tidak mau jika
tanah itu pemberian cuma-cuma. abna' yai Ustman lebih cendrung membeli tanah
daripada menerima pemberian cuma-cuma. Hal ini dilakukan agar pengurus yang
memangku jabatan di pesantren bisa diperbarui dengan lainnya. Jadi 'pemberi
tanah awal' tidak bisa mendikte pengurusan pesantren. Keluarga ndalem masih bisa
mengontrol dan merombak pengurusan jika diperlukan.
Banyak lah yang diceritakan.
Diakhir pertemuan bapak bilang dengan tulus dan jujurnya,
"ngeh gini ini saya. begini karakter saya. Suka bercerita. Kalau sampean
tidak silaturahim ke sini kan tidak tau karakter saya bagaimana" Sambil
tertawa ringan.
"Saya sudah tidak bekerja, semuanya terserah anak saya
ini." Sambil berisyarah ke belakang. Kita tertawa semua dan pamitan. ☺️
Di akhir tulisan ini penulis mau menutup dengan kutipan
syair tanpo waton. Urip e ayem rumongso aman | Dununge roso tondo yen iman |
Sabar nerimo snajan paspasan | aamiin.
Surabaya, Ahad 04 Muharram 1442 | 23 Agustus 2020 | 16.08 ☺️💐