Malam minggu. Malam
penuh hura-hura. Malam penuh keceriaan. Malam penuh kesenangan. Itulah yang
terjadi di luar. Luar pesantren. Apa saja bisa terjadi. Perkara haram bukanlah
pantangan untuk dikerjakan. Tanpa rasa takut pemuda-pemudi mengerjakannya
secara berkelompok. Bahkan mereka bangga dengan apa yang dikerjakannya itu.
Ketika malam minggu
berganti minggu pagi. Kegiatannya lain lagi. Cewek-cowok olahraga bersama.
Berjalan bersama. Ngobrol bersama. Cewek-cowok gak ada bedanya. Kumpul dalam
satu tempat.
Ketika malam Minggu
dan Minggu pagi telah usai semuanya kembali semula. Yang punya kewajiban di
kantor ya ngantor. Yang punya kewajiban di sekolah ya sekolah. Yang punya
kewajiban kerja ya bekerja.
***
Di sini. Di Pesantren.
Malam minggu, bukanlah malam yang istimewa. Suasananya biasa-biasa saja. Malam
minggu sama dengan malam-malam biasanya. Gak ada hal yang luar biasa. Begitu
juga dengan Minggu pagi.
Santri berjalan ke
barat atau ke timur dengan membawa kitab. Dan itu merupakan hal biasa. Santri duduk berkelompok dengan
kitab yang menjadi tema pembicaraan adalah hal yang biasa pula. Santri duduk
memegang rokok sambil bercerita dan kopi di hadapannya juga hal yang biasa.
Santri makan dengan satu wajah juga hal yang biasa. Semuanya biasa saja. Gak
ada yang lebih.
Ketika malam Jumat tiba
inilah yang membuat rutinitas santri berbeda. Yang biasanya diisi dengan
pengajian diganti dengan pembacaan diba’. Yang biasanya musyawarah diganti
dengan duduk ngobrol. Begitu pula ketika Jumat pagi tiba. Sejak pembacaan surat
al-kahfi hingga Munjiat.
***
Kayaknya, jika diteliti
antara kegiatan santri yang ada di pesantren dengan bukan santri yang ada di
luar pesantren ada kesamaan. Tapi persamaannya di sini hanya dalam segi sama-sama
memiliki hari khusus untuk refresing.
Namun mereka yang di
pesantren dengan yang bukan di pesantren tetaplah berbeda. Yang di pesantren
meski kegiatannya dianggap biasa-biasa adalah kegiatan yang bernilai ibadah.
Sedangkan mereka yang di luar pesantren, yang kegiatannya katanya luar biasa
tidaklah bernilai ibadah.
Maka tidak salah jika
yang di luar pesantren mengatakan santri adalah orang yang jadul, katrok, dan
sebagainya adalah hal yang pantas. Sedangkan yang santri mengatakan orang yang
di luar pesantren sebagai orang yang jarang gaul, fungky, dan sebagainya adalah
hal yang wajar pula. Sebab keduanya memiliki perbedaan yang sangat nampak
dimulai dari A hingga Z.
Ala Kulli hal. Berbanggalah menjadi seorang santri.
