Sebagaimana
biasa. Di pagi yang cerah. Santri-santri datang satu-persatu menuju arah barat
desa Sidogiri, untuk pergi mengaji kepada kiai. Sekilas hal ini tidak ada yang
istimewa. Tidak ada keramaian, tidak ada kemeriahan, dan tidak ada kelebihan
yang terjadi. Semuanya berjalan biasa-biasa.
Sebelum
acara inti dimulai. Di musalla banyak pembicaraan, halakah, diskusi, zikir,
belajar, hingga pembicaran yang tidak pantas dibicarakan di majlis yang mulia
itu menjadi pembicaraan. Semuanya khusuk dengan kegiatannya masing-masing.
Beberapa
saat kemudian ada seorang khadam berjalan dengan membawa kitab yang sudah lusuh
menuju kamar yang ada di bagian utara musalla. Menaruh kitab kiai.
Santri-santri masih asik dengan kegiatannya.
“Dalam
kitab …” kata salah seorang santri dalam halakah. Ramai, seru, dan menegangkan.
Kegiatan halakah yang ada di musalla.
“Aku
tadi …” kata salah seorang santri yang duduk menghadap kiblat, masjid. Lucu,
aneh, dan tidak masuk akal. Cerita salah seorang santri kepada santri lain yang
tidak mengikuti halakah.
“Yâ
ayyuhan-Nâs …” suara salah satu santri yang sedang mengaji di pesarean
Sidogiri. Ia lebih memilih menunggu kiai dengan mengaji. Ada juga sebagian
santri yang menunggu kiai sambil mengaji al-Quran di masjid atau musalla.
Banyak
cara yang dilakukan santri untuk menunggu dimulainya pengajian.
Saat
yang ditunggu-tunggu pun tiba. Semua santri berdiri menghormat atas rawuhnya kiai.
Dengan surban di pundak dan songkok putih, tanpa surban di kepala, sang kiai
berjalan menuju musalla. Mulang santri. Dengan suara berat beliau
memulai ngaji hingga selesai.
Dari
musalla inilah muncul orang-orang hebat yang menyalurkan ilmu kiai hingga ke
pelosok desa. Dari musalla ini juga muncul orang-orang berpengaruh yang
mewakili suara Sidogiri. Sidogiri harum melalui santrinya. Ada juga yang
menebarkan aroma tidak sedap ketika telah boyong, berhenti mondok. Itu
pastinya tergantung bagaimana ia ketika masih nyantri. Apa saja yang
telah dikerjakan?
Semuanya
serba sederhana dan sama, namun buahnya berbeda. Bagaimana Anda merawat pohon
yang ada di pesantren. Semakin rajin Anda mengaji di musalla semakin segar dan
sehat tanaman Anda. Semakin pagi Anda berangkat ke musalla, semakin tinggi dan
ranum tanaman Anda. Semakin dekat Anda dengan kiai ketika mengaji, semakin
manis dan lezat buah yang Anda rasakan.
Pastinya,
ketika kiai (lebih) sering melihat Anda mengaji, semakin sering pula kiai ingat
kepada Anda, yang kemudian beliau mendoakan Anda menjadi orang yang bermanfaat.
Allâhumma Il’alnâ minhu.